Sabtu, 19 Maret 2016

Kebudayaan di Pulau Lombok

Lombok merupakan salah satu pulau yang memiliki pemandangan yang indah dan sering dijadikan destinasi wisata oleh penduduk asli Indonesia maupun penduduk asing yang berasal dari mancanegara. Pulau Lombok terletak di provinsi Nusa tenggara barat.  Pulau Lombok merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di NTB dengan luas wilayah sekitar 5.435 km². Suku terbesar yang mendiami Pulau Lombok adalah Suku Sasak dengan presentase 85%, mereka merupakan suku asli dari Pulau Lombok. Selain itu Pulau Lombok juga didiami oleh suku Bali, Jawa, Bugis, Banjar, Melayu, Cina dan Arab.
Di Pulau Lombok agama yang paling besar penganutnya adalah agama Islam, setelah itu agama Hindu yang dianut oleh orang-orang keturunan bali, barulah agama yang lain seperti Kristen dan Buddha. Selain keempat agama tersebut juga ada agama yang berkembang dikalangan Suku Sasak, yaitu Boda. Boda adalah agama tertua suku sasak yang diwariskan oleh leluhur mereka. Bahasa daerah yang dituturkan di Pulau Lombok oleh Suku asli Sasak disebut dengan Bahasa Sasak. Bahasa Sasak dapat dikelompokkan ke dalam ragam bahasa yang sama dengan Bahasa Jawa dan Bali. Banyak sekali kosa kata yang cara pelafalan, penggunaan dan maknanya sama dengan kosa kata dalam Bahasa Bali dan Jawa. Ini desebabkan oleh kedekatan geografis dan historis di antara mereka. Selain keindahan alamnya, Pulau Lombok juga mempunyai kebudayaan-kebudayaan menarik mulai dari rumah adat, upacara adat dan tradisi lainnya. Berikut adalah kebudayaan-kebudayaan yang ada di Pulau Lombok :

Rumah Adat


Dalam adat masyarakat lombok, rumah adat sasak ini memiliki posisi cukup penting untuk kehidupan manusia, yakni sebagai tempat privasi keluarga untuk berlindung. Bahkan bukan hanya berlindung secara jasmani, namun juga untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya. Maka dari itu, bila kita memperhatikan arsitektur rumah adat suku sasak dengan cermat, kita dapat menemukan bahwa rumah tersebut memiliki estetika, lokal masyarakatnya. Setiap ruangan dalam rumah, dibagi berdasarkan kegunaan masing-masing, seperti untuk tempat tidur, ruang melahirkan para ibu, tempat menyimpan harta dan penyimpanan jenazah sebelum dikebumikan.

 Upacara Adat


  •       Bau Nyale



            Upacara adat bau nyale atau menangkap nyale sudah merupakan sebuah tradisi yang turun temurun dan memiliki nilai sakral yang sangat tinggi bagi suku Sasak (suku asli Pulau Lombok). Upacara adat bau nyale ini biasanya diadakan sekali dalam setahun antara bulan Februari dan bulan maret, atau tanggal 20 bulan kesepuluh menurut kalender Sasak. Panyelenggaraan acara bau nyale ini dipusatkan di Kabupaten Lombok Tengah bagian Selatan, tepatnya di Pantai Seger Lombok, Desa Kuta, Kecamatan Pujut. Acara ini biasanya dilangsungkan pada malam hari hingga pagi hari. Selain dihadiri oleh seluruh masyarakat setempat, wisatawan asing maupun lokal, acara bau nyale ini juga di hadiri oleh para pejabat Kabupaten maupun pejabat dari Provinsi Nusa Tenggara Barat serta ribuan massa dari segala penjuru Kabupaten Lombok Tengah yang datang tumpah ruah memadati Pantai Seger Lombok tempat dilangsungkannya acara bau nyale ini.


  •      Perang Topat


Perang topat merupakan tradisi saling lempar dengan menggunakan ketupat. Dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak dan umat Hindu bersama-sama dengan damai merayakan upacara keagamaan yang dirayakan tiap tahun di Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender Sasak.
      Tradisi Perang Topat yang diadakan di Pura terbesar di Lombok peninggalan kerajaan Karangasem itu merupakan pencerminan dari kerukunan umat beragama di Lombok. Prosesi Perang Topat dimulai dengan mengelilingkan sesaji berupa makanan, buah, dan sejumlah hasil bumi sebagai sarana persembahyangan dan prosesi ini didominasi masyarakat Sasak dan beberapa tokoh umat Hindu yang ada di Lombok. Sarana persembahyangan seperti kebon odek, sesaji ditempatkan didalam Pura Kemalik.
            Prosesi kemudian dilanjutkan dengan perang topat, bertepatan dengan gugur bunga waru atau dalam bahasa Sasaknya “rorok kembang waru” yakni menjelang tenggelamnya sinar matahari sekitar pukul 17.30. Perang topat merupakan rangkaian pelaksanaan upacara pujawali yaitu upacara sebagai ungkapan rasa syukur umat manusia yang telah diberikan keselamatan, sekaligus memohon berkah kepada Sang Pencipta.


  •      Rebo Bontong


     Upacara Rebo bontong dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.

Kesenian Adat

  •    Tandang Mendet



         Tari tandang mendet atau tarian Perang merupakan salah satu tarian yang ada sejak jaman kejayaan kerajaan Selaparang yang menggambarkan oleh keprajuritan atau peperangan. Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng, kelewang (pedang) dan diiringi dengan gendang beleq serta sair-sair yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui di Sembalun.


  •     Gendang Beleq



         Diberi nama gendang beleq karena memang saat menarikannya memakai gendang yang sangat besar. Dulu tarian ini biasa digunakan untuk mengiringi dan menyambut tentara yang akan pergi dan pulang dari medan perang sebagai pemberi semangat. Gendang beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi waktu berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan pada waktu dimainkan, pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari.  Tari gendang beleq sudah menjadi warisan budaya NTB maka tarian ini sering dipakai untuk menyambut tamu undangan penting sebagai penghormatan.


  •     Slober



         Kesenian Slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musiknya sangat unik dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau dengan panjang 1 jengkal dan lebar 3 cm. Kesenian slober didukung juga dengan peralatan yang lainnya yaitu gendang, petuq, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.


  •     Periseian



       Kesenian Bela diri ini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok. Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pemain mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan sering terjadi cidera hingga mengucurkan darah didalam arena, tetapi diluar arena sebagai pemain yang menjunjung tinggi sportivitas tidak ada dendam diantara mereka.

Sumber :
http://www.idtraveladdict.com/2016/02/kebudayaan-di-lombok-rumah-adat-bahasa.html

Tidak ada komentar: